Senin, September 07, 2009
Memoar Stasioen Toegoe III [Habis]
Mas…, saya ikutan ngobrol ya nanti?, tanya sang bintang pada kami. Boleh-boleh silahkan saja kang, kenapa tidak?, jawab teman ku ringan. Sembari kami saling bertatap heran, penuh tanya di raut wajah kami masing-masing. Belum juga tuntas keheranan kami pada sikap dan tingkah lakunya, mendadak dia langsung main duduk kemudian pesan es teh manis dan beberapa potong mendoan. Meski dengan sedikit terheran-heran bapak penjual punya mencoba untuk melayaninya. Dan kala hidangan tersaji, hanya dalam sekejap es teh tadi tuntas habis hanya menyisakan gelas kosong juga piring kosong bekas gorengan mendoan.
“Mas…aku lapeer”, kata sang bintang sambil mengelus-elus perut yang sedikit buncit dengan puser bodongnya. “Silahkan pesan makanan….kang, jangan malu untuk menambah minumnya sekalian”, jawab ku sambil melanjutkan makan yang sempat terganggu tadi. “Pak Le'..., djaloek sego koyor 3 bungkus, es teh 1 lagi…juga tahu bacem`e limo“, teriak sang bintang. “Uhk…..”, spontan aku yang sedang mencoba menyuapkan nasi ke mulut langsung tersedak, lebih parah lagi temanku hampir menyemburkan minuman dimulutnya. Ditambah dengan keterheranan dari wajah-wajah pengunjung lainnya, yang sesaat kemudian tersenyum pada kami…seakan berkata [kami maklum adanya].
“Duaaaan…tjoeeeeek, wueeeedaan tenan cah iki”, serapah temanku sembari ketawa ngikik pelan-pelan.
“Lah piye toh mas, iki aku ngeleeeh tenan mas”, jawab sang bintang sembari tertunduk.
“Yoo weis cah, lanjutkan saja….ga po poo kok”, jawab temanku iba melihat sikap dari sang bintang tersebut. Saat kami saling bertatap dengan tersenyum kias, lalu saling mengangguk sepakat untuk secepatnya menyelesaikan makan dan minum…kemudian mengamati sang bintang menikmati makan dan minumnya. Dan pertunjukan pun segera dimulai oleh sang bintang.
Bungkus pertama dibuka, dimulut sudah tersumpal oleh tahu bacem…kami tersenyum melihat tontonan tersebut, bahkan ada pengunjung lain yang ikut terkikikikik…saat mengamati tingkah dari sang bintang, Dalam semangat yang tinggi bungkus demi bungkus nasi dan juga tahu habis dilahap dalam sekejap. Mendadak, “Pak Le`….djaloek sego babat 3 bungkus, es teh 1 lagi…juga tempe goring`e limo“, teriak sang bintang. Serentak suara berisik langsung muncul mewarnai suasana makan malam ini, beberapa pengunjung tertawa kalah mendengar teriakan sang bintang tersebut sembari tak lupa untuk menggeleng-gelengkan kepala mereka kembali mungkin karena ingin secepatnya mengusir ketawa yang masih berada di organ mulut mereka. Lalu tetap dengan lahap sang bintang menikmati pesanannya, dengan sesekali meneguk es teh tersebut, lalu “Pak Le`….djaloek es teh 1 lagi…juga tahu bacem`e limo“, kembali teriakan sang bintang membahana memaksa pengunjung warung lesehan kembali gaduh.
“Gilaaaa, bener-bener buto ijo ini nafsu makannya menakutkan sekali”, gerutu kami serentak. Sang bintang hanya tersenyum saja.
Tanpa kami sadari dari tadi, ternyata rekan-rekan dari grup bandnya tersebut sudah menghilang dari tadi. “Loh…kang, pada kemana tadi rekan-rekan bandnya?” Tanya ku pada sang bintang. “Oh, mereka pada melanjutkan ngamennya mas, sudah biasa kok setiap jam setengah 12 aku istirahat dulu mas” jawab sang bintang padaku. Tanpa disadari oleh sang bintang, gara-gara makan terlalu semangat dengan ditemani cabe rawit. Keringat bercucuran deras hingga membuat eyeshadow hitam luntur mengaliri seputar wajahnya, juga lipstick biru tuanya menodai lengan dalam baju kanan dan kiri sang bintang. Perlahan kami tidak sanggup lagi untuk menahan ketawa yang sudah muncul di ujung lidah, kami saling cekikikan sembari memandang satu sama lain.
“Napa mas, apa aku ada yang salah?”, tanya sang bintang penuh keheranan. Belum kami sempat bicara, mendadak salah satu rekan band dari sang bintang berlari menghampirinya. “ Mas John, tolongin si maya mas!“ kata sang teman tersebut.
“Maya, di pukulin oleh pacarnya mas”, lanjut teman tersebut. Mendadak entah dari mana, seorang waria cantik menubruk keras sang bintang, sambil memeluk erat. ”Mas John, tolongin Maya mas John” kata sang waria cantik pada sang bintang sambil menangis sesunggukan. “Maya sayaaang, duduk yang tenang dulu yaaa…minum duluu, baru bicara”, kata sang bintang dengan gaya dan intonasi yang sama.
Tanpa tanya lagi, sang bintang main samber saja teh hangat milikku, lalu disodorkan pada sang waria tersebut. Sempat maksud hati menegur sang bintang, namun teman mencegah diriku. Tersentak juga saat menatap lebam membiru di wajah sang waria tersebut.
Tak berselang lama, mendadak berhenti sebuah mobil accord hitam mulus di dekat kami. Turunlah seorang lelaki bertubuh tegap perut membuncit, menghampiri sang waria.
“Mayaaa, ikut aku sekarang juga!“, kata sang lelaki sambil menarik kasar lengan sang waria.
“Tidaaak mas Djoko, Maya tidak mau ikut mas lagi, kita putus!“ kata sang waria sambil meraung nangis. “Kamu mau ikut, atau aku tempeleng kamu lagi ? ” ancam sang lelaki tersebut.
“Ampuuun mas Djoko”, kata sang waria sambil menutupi wajahnya.
Mendadak sang bintang berdiri dengan mata menatap nanar pada sang lelaki tersebut.
“Saudara telah menganiaya seorang wanita, saudara bisa dikenai pasal KUHP tentang tindak kekerasan pada sesama”, kata sang bintang dengan lantang, membuat kamipun terhenyak.
“Sekarang juga kita ke RS untuk mengambil visum bagi Maya”, kata sang bintang mengajak kami.
“Ya boleh, tapi nanti dulu dong kang, ini saya lunasin dulu semua yang sudah kita makan ini, emangnya suguhan gratis?”, kata temanku.
Tanpa bertanya lagi berapa total semua yang kami makan, temanku meninggalkan seratus ribu pada Lek `man. Lalu kamipun segera menghantarkan sang bintang berserta sang waria cantik ke sebuah RS. Setelah sesaat keluarlah sang bintang sendiri sambil membawa sebuah amplop. “ Mas, tolong anterkan aku ke kantor polisi “ pinta sang bintang padaku.
“Boleh kang, marii” kataku.
Setelah tiba di Polsek setempat sang bintang menjelaskan semua duduk perkaranya. Sembari menerima amplop yang diberikan pada sang bintang.
“Selama ini aku kerja di LBH, mas”, kata sang bintang menjelaskan keheranan kami padanya.
“Aku juga merangkap sebagai assiten dosen disebuah PT-fak hukum pidana”, kata sang bintang.
“Oooh.....,", mulut kami menganga bebarengan. "Ternyata sang lelaki cantik ini memiliki hati yang mulia sekali”, gumamku dalam hati.
Aah…tak terasa jarum jam telah menunjukan pukul 2.45 subuh, kami segera pamit pada mas John. Karena kami masih ada keperluan di kota Solo, dan kami berencana berangkat pukul 3 subuh dari Yogya. “Kang, kami pamit dulu ya, buru-buru mau ke Solo nih”, kata ku pada mas John. “Oh, ya terima kasih banyak atas bantuannya tadi, jika ada kesulitan dengan hukum, silahkan hubungin aku yaaaa”, kata mas John pada kami. “Ya, Kang pasti ituuuu”, kata temanku
Lalu kami pun bersalaman sambil mengucap salam “Walaikas salaaaam kang”.
TAMAT.
Stanis and Kika.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar